Apakah kamu termasuk orangtua yang lega, atau senang, atau bisa tersenyum ketika anaknya berhasil ngerebut ayunan dari anak lain?
Apakah kamu termasuk orangtua yang bisa tertawa karena lucu, ketika anaknya bercerita bahwa dia berhasil ngisengin temannya sampek nangis di sekolah?
Apakah kamu termasuk orangtua yang dengan suara sok diberat-beratin, sambil narik senyum, pake muka sok bijak lalu bilang “namanya juga anak-anak, wajar, jangan dianggap serius..” ketika anaknya berhasil nguasain banyak mainan di playground lalu dikumpulin di pojokan dan anak-anak lain ga boleh mainin?
Selamat! Kamu sudah mendidik atau membiarkan anakmu menjadi pembully! No wonder, masih banyak anak-anak suka menindas anak lainnya mulai dari pendidikan terendah yaitu TK, sampai ke jenjang tertinggi.
Saat ini, banyak orangtua yang fokus mengajarkan anaknya bagaimana untuk tidak menjadi korban bullying di lingkungannya. Seminar-seminar pun bertebaran. Ada yang gratis, ada yang bayar. Fokusnya adalah bagaimana mencegah anak kita menjadi korban bullying.
Banyak orangtua lupa, bahwa ada yang sangat penting juga, karena ini berkaitan dengan pembentukan karakter anak juga. Yaitu bagaimana mendidik anak kita agar tidak tumbuh menjadi anak pembully. Ini yang penting. Ketika kita lengah, ketika kita sibuk dengan urusan kita, anak kita sudah tumbuh menjadi manusia pengganggu di lingkungannya. Lalu masalah satu per satu berdatangan.
Madam punya 4 anak. Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada satupun dari mereka yang terbentuk menjadi pribadi pembully. Tapi mereka kerap kali berhadapan dengan anak-anak pembully (baca juga ANAKKU DIBULLY - THE STORY). Jadi kurang lebih Madam dan suami sering kali berhadapan dengan kasus-kasus bully, dan kami berusaha menganalisanya dan menjadikannya pembelajaran. Mengingat udah semakin banyaknya kejadian bulllying di sekolah dan orangtua pembully yang santai banget ngadepinnya yang bikin kita gemes mau ngegeprak kepalanya, jadi Madam akan share cerita tentang bullying yg pernah kami hadapi dan juga bagaimana cara kami The Kairupans mendidik anak supaya tidak tumbuh menjadi seorang pembully.
Cerita pertama
Ini kejadiannya ketika Twinster dan Mayra masih pada TK. Biar nggak ngerungsing di rumah, Madam bawa mereka ke Playground di Plaza Pondok Gede, deket rumah. Si sulung nggak ikut waktu itu karena udah nggak mau lagi main di playground. Ngerasa udah gede dia.
Saat itu ada anak kecil cowok seumuran twinster yang kerjaannya ngumpulin mobil kecil (yang dipake berkendara oleh anak-anak itu lho) di pojokan, deket bapaknya duduk. Tujuannya ngumpulin ada kalik 4 mobil, biar anak-anak lain nggak bisa mainin. Begitu dia liat ada anak selesai berkendara dengan mobil kicik itu, pasti langsung dia ambil dan dikumpulin lagi di pojokan. Deket bapaknya.
Bapaknya ngeliat kok. Sambil mainan handphone.
Lalu Marshall yang lagi lari-lari, tiba-tiba dia mau main mobil-mobilan. Madam liat dia berlari ke kumpulan mobil kecil yang dijagain si anak cowok tadi supaya nggak ada yang bisa mainin.
Marshall memilih salah satu mobil, dan ketika dia mulai mau masuk ke dalam mobilnya, si anak cowok ini langsung narik tangan Marshall. Ngelarang Marshall untuk nggak main mobil itu. Marshall ngeliatin. Dan tetep berusaha mau masuk ke dalam mobil kicik itu. Lalu si anak itu mulai agak kasar narik Marshall. Madam langsung bersuara kencang.
“Nggak apa-apa Nak. Naikin aja. Itu mainan untuk bersama. Bukan untuk dikuasain sendiri.”
Si anak cowok ngeliatin Madam. Terus berusaha melarang Marshall nggak naikin itu mobil. Si Bapaknya ngeliat itu cuman diem aja. Nyebelin kan.
Terus Madam bilang ke anaknya..
“Nggak boleh gitu ya. Itu bukan punya kamu. Semua anak boleh main.”
Terus itu anak lari ke Bapaknya. Tau nggak Bapaknya bilang apa? Yang pada akhirnya terlibat saut-sautan sama Madam.
“Namanya juga anak-anak!”
“Ya karena masih anak-anak, harusnya Bapak bisa ngajarin anak Bapak lah. Bukannya malah dibiarin..”
“Halah pake jilbab, tapi ngomongnya kayak gitu..”
“Nggak ada urusan sama jilbab saya. Urusannya adalah dengan Bapak nggak bisa ngajarin anak yang baik..”
Lalu lanjut dia sewot-sewot, ya Madam bales terus. Try me, moron!
Dengan itu Bapak masih ada di dekat Madam hanya dengan jarak kurang dari 1 meter, sindiran masih terus Madam luncurkan.. Sambil ngomong ke Marshall yang waktu itu lagi sama Madam, kubilang..
“Marshall udah ngerti ya nak, perilaku anak seperti itu nggak baik.
Jangan dicontoh kelakuan jelek kayak gitu.
Anak itu nggak diajarin dengan baik oleh Bapaknya..”
Muka si Bapak sewot. Lalu anaknya dia lepas lagi. Dan kembali ngumpulin mobil kicil lagi ke pojokan. Lalu, dia liat ada anak cewek yang sedang naik mobilan kecil itu. Dan itu anak cowok berusaha naik si anak cewek keluar, supaya mobilnya bisa diambil oleh si anak cowok. Anak ceweknya sampek mau jatuh keluar dari mobil. Ibu si anak cewek agak berteriak. Lalu sambil tertawa dengan volume keras, Madam bilang..
“HHAHAHAHA… Liat tuh.. namanya anak-anak gimana? Anak-anak harus diajarin yang bener lah!”
Si Bapak mukanya kesel, ngegendong anaknya dengan kasar dan pergi meninggalkan playground.
Sana! Belajar lagi didik anaknya yang baik ya Pak..
Cerita Kedua
Kalau ini nggak ada hubungannya sama anak-anak Madam. Hal ini terjadi di mall Central Park. Ketika Madam lagi dihire oleh sebuah perusahaan, untuk makeupin beberapa zombie buat acara di Central Park. Saat itu Madam dikasih ruangan untuk makeupin para zombie ini.
Lokasi ruangannya adalah di lantai management Central Park. Lupa deh lantai berapa. Di sana tersedia 3 ruang meeting, yang ketiganya saling dempet, dan menggunakan kaca bening sebagai pemisahnya. Jadi dari ruang kaca 1 sampai ruang kaca 3, kita bisa lihat ada kejadian apa. Madam waktu itu ditempatkan di ruang meeting/kaca 2. Jadi di tengah-tengah.
Ketika udah selesai makeupin, dan para zombie lagi on duty di lantai dasar, Madam duduk santai-santai sambil main handphone. Tiba-tiba terdengar suara rusuh-rusuh, suara ibu-ibu muda marah-marah penuh emosi. Nggak berapa lama, muncul lagi suara rusuh-rusuh, ada suara bapak-bapak ngomel-ngomel juga.
Jadi… ternyata..
Si Bapak A memukul si Ibu B! Nah lho!
Asal mula kejadiannya adalah anaknya si Bapak A yang terlalu lama nguasain satu permainan. Anaknya si Ibu B ini udah ngantri nunggu lama. Tapi anaknya Bapak A ini nggak mau gantian. Bapak A ini malah ngebiarin aja.
Suaminya Ibu B ini udah berusaha bilangin baik-baik ke Bapak A, bahwa anaknya mau main. Jadi gantian dulu bentar. Si Bapak A nggak peduli. Lama-lama suaminya ibu B ini ya rada kenceng lah suaranya. Lalu mereka ribut. Si Ibu B ini berusaha melerai, eh malah mungkin saking emosinya, mukanya kena pukul gitu deh sama si Bapak A.
Pihak mall akhirnya turun tangan. Kedua keluarga itu dibawa ke lantai management. Dan karena nggak terima dirinya dipukul, si Ibu B ini yang ternyata wong sugih banget, menghubungi pihak pengacaranya. Nggak nyampe satu jam, orangtua dan para pengacaranya udah hadir lho! Mereka di ruang meeting 3. Jadi Madam bisa liat mereka jelas.
Ketika salah satu pengacara yang mukanya paling garang liat muka Madam, dia berujar ke ibu A
“Itu ya istri si pemukul kamu?”
LHAAAA BUKAN PAAAAAKKK.. SAYA CUMAN PENONTON KEPOOOOOO 😄
Sementara si Bapak A, istri, dan anaknya duduk di ruang meeting 1. Jadi Madam bisa liat mereka juga. Muka si istri khawatir dan ada penyesalan. Tapi kayaknya nggak berani negur suaminya. Muka si suami masih kesel dan masih mengumpat gitu. Kayak nggak ada rasa penyesalan abis mukul bini orang. Dan anaknya?
WOOOOIII TEMAN-TEMAAAAN… Anaknya Bapak B ini buongsooooooorrr bangeeeeettt.. Madam rasa, udah kelas 5 atau 6 SD.
Sementara anaknya ibu B yang dipukul tadi, adalah seorang gadis manis masih kicik yang megang erat bonekanya melihat bapak, ibu, kakek, dan neneknya berkumpul dengan nuansa tegang. Masih TK kalik itu anak.
Kalian bisa bayangkan kaaann.. suasana bullynya. Menguasai satu permainan terus menerus di tempat umum, bukanlah suatu hal yang baik. Dan orangtua yang membiarkan anaknya seperti itu, berarti membiarkan anak tumbuh menjadi anak yang egois. Kalau tindakan egoisnya sampai nyenggol orang lain, merugikan orang lain, dan nggak peduli dengan respon orang lain, itu juga bisa dikategorikan bullying. Dan disini bukan cuman anak yang melakukan tindakan bullying, Bapaknya mencontohkan dengan baik bagaimana menjadi pembully yang benar 😄
Lalu bagaimana caranya ngedidik anak-anak kita supaya nggak menjadi pembully? Yuk lanjut… (to be continued disini)
No comments:
Post a Comment